Rabu, 16 Desember 2015

Dinamika Buletin Al Islam



***
Tak disangka, selembar Al-Islam selalu menjadi sakti manakala yang membaca sedang dalam keadaan patah hati. Ini sudah diakui oleh waktu dan dibuktikan keadaan. Tak perlu risau, karena sudah biasa, cukup hadapi dengan ringan saja. Dan tulisan kali ini hanyalah analisis dagelan yang berpura-pura sebagai penengah yang tapi akan masuk akal. xixixi

Jum’at (4/11) buletin Al-Islam mengeluarkan judul ‘Pepesan Kosong Pilkada Serentak’ yang berisi analisis hasil ramuan dari beragam data dan fakta, dan (seperti yang kita tebak) selalu diakhiri dengan seruan ‘wahai kaum muslim’ dengan ending bahwa khilafah adalah satu-satunya solusi. Ini tidak ada bedanya dengan kontinuitas gaya penulisan seperti biasanya, alur runut yang menjadi khas, dan topik-topik yang selalu kaya literasi. Namun na’as, nasib data akan selalu mentah dikalangan golongan putus cinta, dan benarlah jika saya menganut sabda mbah google:

“Hanya ada dua kemungkinan sebuah analisis ditolak. Pertama, analisis anda salah, kedua, jatuh ditangan remaja alay yang sedang patah hati sehingga terpaksa menjadi salah”

Kemudian munculah feedback yang macam-macam pasca Al-Islam edisi 783 tersebar. Tendensi perebutan kursi parpol memang menjadi sejarah yang paling mengharukan dalam peradaban bumi. Sejarah kelam yang lebih kelam pasca bangsa Viking menghentikan kekejaman, demokrasi telah jauh merekayasa beragam masalah dan membuat onar, ia berlindung dibalik gambling dan kepandiran.

Fakta rahasia buletin Al Islam

Memang, Al Islam bukanlah Tempo dengan gaya penulisan saklek terstandar, namun saya menaruh perhatian pada bulletin yang hanya selembar ini sejak 4 tahun lalu, dan hingga kini selalu menjadi bahan rujukan untuk diskusi bahkan sekedar ngobrol di warung kopi.

Hingga kini ruang yang saya berikan terhadap bulletin Al-Islam masih tetap jembar, beberapa analisis sudah cukup membuat saya puas. Pernah suatu ketika analisis terkait konflik Yaman menuai kecaman yang pada akhirnya memang persis seperti apa yang dikatakan Al-Islam. Pernah suatu ketika analisis terkait jet rusia menuai kecaman yang pada akhirnya memang juga persisi seperti apa yang dikatakan Al-Islam. Pernah suatu ketika prediksi kejatuhan Mursi menuai kecaman yang pada akhirnya memang persis seperti apa yang dikatakan Al-Islam.

Dan fakta menarik terkait Al-Islam ini adalah bahwa Al-Islam akan booming dan semakin banyak dibaca manakala ada dikalangan pembaca sedang patah hati, lalu kebetulan membaca dan lantas berkomentar nyerocos karna linglung. Inilah yang sesungguhnya terjadi, bukan masalah analisis yang ada pada Al-Islam, ini lebih pada kondisi psikis pembaca. Karena bisa dibuktikan bahwa sejak dulu gaya penulisan Al-Islam adalah kolaborasi dari beragam data, dibenturkan dengan fakta dan diproses supaya muncul solusi Islam saja. Resep dapur yang sudah bukan rahasia ini, hingga jum’at kemarin telah melahirkan edisi ke-783. Luar biasa!

Saya berani pastikan bahwa keberlanjutan Al-Islam kedepan tidak akan termakan oleh tendensi yang macam-macam, ia tidak peduli terhadap komentar massa karena Al-Islam tidak punya kepentingan materil dibalik penulisannya. Sehingga analisis akan tetap berani dan tajam, ya, ini tentu akan mengusik siapa saja yang macam-macam terhadap kehidupan.

Para pembaca patah hati

Kita hendaknya lebih khawatir dan peduli terhadap para pemirsa media yang gelagapan dikoyak badai logika yang patah, dibanding pada aktivis dan politisi yang sudah jelas kanan-kirinya. Karena dari kekhawatiran kita yang mendalam ini akan lahir suatu bentuk tindakan untuk lebih mendidik dan membimbing, salah satunya dalam pemahaman terkait bagaimana demokrasi yang jahat dan bertentangan dengan Islam. Maka tugas kita dalam mendidik adalah melenyapkan mantra syirik dengan bunyi:

“kalau umat Islam tidak ikut gambling di pemilu, orang kafir akan jadi pemimpin”
“kita harus berupaya mewarnai parlemen dengan Islam”

Dan tentu akan muncul mantra syirik lain yang diperbaharui. Namun yang pasti, penekanannya adalah pada bagaimana kemungkinan perubahan muncul sementara bangunan sistemnya tetap dipertahankan. Sehingga jelas bahwa masalah yang pokok itu bukanlah warna. Kalau kita berasumsi tugas kita hanyalah mewarnai rumah, mengecat setiap sudut ruangan agar nyaman, sementara bangunan berpondasi roboh, apa gunanya?

Sekelumit contoh di atas hanyalah terkait alur logika yang patah yang jika dijadikan madzhab pergerakan akan menyebabkan patah hati, maka tulisan ini hanya guyonan untuk lebih menyapa dan gayeng lagi dalam berdiskusi. Saya berharap dipertemukan banyak pembaca Al-Islam yang sedang patah hati sehingga saya mampu mengobati lara dengan menghilangkan tendensi. I Love you akhi…

Fanshurna Ya Allah…
Wallahu a’lam.

Aab Elkarimi Elkarimi | aktivis Burjo | Penulis buku Gerakan Menolak Sembrono


Tidak ada komentar:

Posting Komentar